“TEKNIK-TEKNIK
TERAPI HUMANISTIK”
Tujuan dasar banyak
pendekatan psikoterapi adalah membantu agar individu mampu bertindak, menerima
kebebasan dan bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya. terapi
eksistensial, terutama, berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan
diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling
berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan
eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi
terapi.
1. Konsep Dasar Pandangan Humanistik
Pandangan tentang sifat manusia
1. Konsep Dasar Pandangan Humanistik
Pandangan tentang sifat manusia
Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada
kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada
pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan
untuk mempengaruhi klien. Oleh karena itu pendekatan eksistensial-humanistik
bukan suatu aliran terapi, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik.
Pendekatan terapi eksistensial juga bukan suatu pendekatan terapi tunggal,
melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang
kesemuanya berlandaskan konsep-konsep eksistensial tentang manusia akan dibahas
lebih rinci pada pembahasan selanjutnya, yakni pula pembahasan tentang
penerapan teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik,
a. Kesadaran diri
a. Kesadaran diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan
nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat
kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang
ada pada orang itu. kesanggupan untuk memiliki "alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam
kerangka pembatasnya - adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan
memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab, para eksistensialis
menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
Manusia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang determinisitik dari
pengondisian.
b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas
kebebasan dan tanggung jaab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut
dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran
atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati
(nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan
individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada
kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
Dosa eksistensial, yang juga merupakan bagian dari kondisi manusia adalah
akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan
kemampuannya.
c. Penciptaan makna
c. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam
arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan
nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga
berarti menghadapi kesendirian: manusia lahir ke dunia sendirian dan mati
sendirian pula. Kegagalan dalam menciptakanhubungan yang bermakna bisa menimbulkan
kondisi-kondusu isolasi, depersonalisasi, aliensi, keterasingan, dan kesepian.
Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri - yakni mengungkapkan
potensi-potensi mausiawinya. Sampai taraf tertentu, jika tidak mampu
mengaktualkan diri, ia bisa menjadi "sakit". Patologi dipandang
sebagai kegagalan menggunakan kebebasan untuk mewujudkan potensi-potensi
seseorang.
2. Unsur-Unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan terapi Humanistik
Terdapat tiga karakterisitik dari keberadaan otentik:
1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3) memikul tangung jawab untuk memilih.
2. Unsur-Unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan terapi Humanistik
Terdapat tiga karakterisitik dari keberadaan otentik:
1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3) memikul tangung jawab untuk memilih.
Pada dasarnya tujuan
terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya
meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan tanggung jawab
atas arah hidupnya. Penerimaan tanggung jawab itu bukan suatu hal yang mudah,
banyak orang yang takut akan beratnya bertanggung jawab atas menjadi apa dia
sekarang dan akan menjadi apa dia selanjutnya. Terapi eksistensial juga
bertujuan membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan
tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar
korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
b. Fungsi dan peran terapis
b. Fungsi dan peran terapis
Menurut Buhler dan
Allen (1972), para ahli psikologi humanisik memiliki orientasi bersama yang
mencakup hal-hal berikut:
1) mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2) menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3) mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4) berorientasi pada pertumbuhan
5) menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
6) mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
7) memandang terapis sebagai model dalam arti bahwa terapi dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8) mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
9) bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaanya kepada terapis pada pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut:
1) memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien
2) terlibat dalam sejumlah peryataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien
3) meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti
4) menantang klien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu
5) mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi an bertanay: "Jika Anda bisa secara ajaib kembali kepada cara Anda ingat kepada diri Anda sendiri sebelum terapi, maukah anda melakukannya sekarang?"
6) beri tahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya seseungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupanya di dunia yang sering tampak tak bermakna.
c. Hubungan antara terapis dan klien
1) mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2) menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3) mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4) berorientasi pada pertumbuhan
5) menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
6) mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
7) memandang terapis sebagai model dalam arti bahwa terapi dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8) mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
9) bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaanya kepada terapis pada pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut:
1) memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien
2) terlibat dalam sejumlah peryataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien
3) meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti
4) menantang klien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu
5) mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi an bertanay: "Jika Anda bisa secara ajaib kembali kepada cara Anda ingat kepada diri Anda sendiri sebelum terapi, maukah anda melakukannya sekarang?"
6) beri tahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya seseungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupanya di dunia yang sering tampak tak bermakna.
c. Hubungan antara terapis dan klien
Hubungan terapeutik
sangat penting bagi terapis eksistensial. Isi pertemuan terapi adalah untuk
mengetahui pengalaman klien sekarang bukan "masalah" klien. Hubungan
terapeutik bisa mengubah terapis sebagaimana ia mengubah klien.
3. Teknik-Teknik Terapi
3. Teknik-Teknik Terapi
Tidak seperti
kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki
teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-Prosedur terapeutik bisa
diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal
dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah
prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan
eksistensial-humanistik.
Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikolanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
Tema-tema dan dalil-dalil utama Penerapan-penerapan pada praktek terapi
Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikolanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
Tema-tema dan dalil-dalil utama Penerapan-penerapan pada praktek terapi
Dalil 1 : Kesdadaran
diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih.
Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilik
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih.
Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilik
Dalil 2 : Kebebasan dan
tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara alternatif-alternatif. Karena itu manusia pada dasarnya bebas dan menentukan nasibnya sendiri. Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk memilih di antara alternati-alternatif. Tentu saja, kebebasan memiliki batas-batas,dan pilihan-pilihan dibatasi oleh faktor-faktor luar. Akan tetapi, kita memang memiliki unsur memilih. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien dan menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan klien dan membuatnya bergantung secara neurotik pada terapis. terapis perlu mengajari klien bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun klien boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara alternatif-alternatif. Karena itu manusia pada dasarnya bebas dan menentukan nasibnya sendiri. Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk memilih di antara alternati-alternatif. Tentu saja, kebebasan memiliki batas-batas,dan pilihan-pilihan dibatasi oleh faktor-faktor luar. Akan tetapi, kita memang memiliki unsur memilih. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien dan menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan klien dan membuatnya bergantung secara neurotik pada terapis. terapis perlu mengajari klien bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun klien boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
Dalil 3 : Keterpusatan
dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan dan keterpusatannya, tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian, mengalami alienasi, keterasingan, dan depersonalisasi.
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan dan keterpusatannya, tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian, mengalami alienasi, keterasingan, dan depersonalisasi.
PERSON-CENTERED THERAPY (ROGERS)
1. Konsep Dasar Pandangan Carl Rogers tentang Perilaku atau Kepribadian
Pandangan tentang sifat manusia.
1. Konsep Dasar Pandangan Carl Rogers tentang Perilaku atau Kepribadian
Pandangan tentang sifat manusia.
Pandangan client-centered
tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan
negatif dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut
kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi,
Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia
sebagai tersosialisasi dan bergerak ke muka, sebagai berjuang untuk berfungsi
penuh, serta sebagai pemilik kebaikan yang positif.
Pandangan tentang
manusia yang positif ini memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi praktek
terapi client-centered. Berkat pandangan filosofis bahwa individu
memiliki kesanggupan yang koheren untuk menjauhi maladjustment menuju keadaan
psikologi yang sehat, terapis meletakkan tanggung jawab utamanya bagi proses
terapi pada klien. Model client-centered menolak konsep yang memandang
terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan memandang manusia
pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client-centered
berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan. Dengan
demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang
untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia
2. Unsur-Unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan terapeutik
Tujuan dasar dari
terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha
membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. guna
mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar
klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya.
Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:
1) Keterbukaan kepada pengalaman
Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:
1) Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan kepada
pengalaman memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya
sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan
kebertahanan, keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar
terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya. Ia juga
berarti bahwa kepercayaan-kepercayaan orang tidak kaku, dia dapat tetap terbuka
terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan serta bisa menoleransi
kedwiartian. Orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat sekarang dan
kesanggupan mengalami dirinya dengan cara-cara yang baru.
2) Kepercayaan terhadap organisme sendiri
2) Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan
terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri
sendiri. Acap kali, pada tahap permulaan terapi, keperayaan klien terhadap diri
sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara
khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka
tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya
sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan klien kepada pengalaman-pengalamannya
sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
3) Tempat evaluasi internal
3) Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi
internal, yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari
jawaban-jawaban kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang
semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya ketimbang mencari pengesahan bagi
kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain
dengan persetukjuan dari diri sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah
laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan
pilihan-pilihan bagi hidupnya.
4) Kesediaan untuk menjadi suatu proses
4) Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Konsep tentang diri
dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai
produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk
mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil dn berbahagia (hasil
akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang
berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian
persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaan serta membuka diri bagi
pengalaman baru dan revisi-revisi alih-alih menjadi wujud yang membeku.
b. Fungsi dan peran terapis
b. Fungsi dan peran terapis
Peran terapis
client-centered berakar pada cara-cara keberadaanny dan sikap-sikapnya, bukan
pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien
"berbuat sesuatu". Pada dasarnya, terapis menggunakan dirinya sendiri
sebagai alat untuk mengubah. Dengan menhadapi klien pada taraf
pribadi-ke-pribadi, maka "peran" terapis adalah tanpa peran. Adapun
fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang
pertumbuhan klien.
Jadi, terapis
client-centered membangun hubungan yang membantu di mana klien akan menjadi
kebebasan yang membantu di mana klien akan mengami kebebasan yang diperlukan
untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau
didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama dan
terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien.
Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu
klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori diagnostik yang
telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan
pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan
persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi peribadi yang
lebih tinggi.
c. Hubungan antara terapis dan klien
c. Hubungan antara terapis dan klien
Terapis mampu
menjangkau dunia pribadi klien sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan
didasarkan oleh klien, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari
klien, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.
3. Teknik-Teknik Terapi
3. Teknik-Teknik Terapi
Morse dan Watson (1977)
mengungkapkan terapis client-centered juga harus memegang sikap menerima
dan menganggap positif terhadap kliennya. Terapis juga harus memiliki keinginan
yang terus menerus untuk memahami dunia pribadi kliennya, dan dia harus
berkomunikasi memahami dengan empati.
Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu teknik adalah dengan clarification of the client's feelings, dimana akan mencerminkan perasaan klien.
Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu teknik adalah dengan clarification of the client's feelings, dimana akan mencerminkan perasaan klien.
Teknik lain adalah
simple acceptance, restatement of content, dan nondirective leads.
Simple acceptance: dimana
terapis memngusahakan klien dapat menerima keterangan dari terapis, menambah
komunikasi sebagai pemahaman secara empati dan hal positif tanpa syarat. Hal
ini dapat dilakukan baik secara verbal dan nonverbal.
Restatement of content: untuk
membantu pemahaman klien dari masalah yang mungkin membingungkan.
Nondirective leads:
intinya jelas dalam awal terapi. Terapi membantu klien untuk mengembangkan
topik dan untuk mengarahkan diskusi dalam situasi terapi.
LOGOTERAPI (FRANKL)
1. Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku/Kepribadian
Frankl menyetujui
konsep sigmund freud mengenai ketidaksadaran tetapi menganggap kemauan untuk
lebih mendasar dari kesenangan. Perbedaan utama antara logotherapy dan
psikoanalisis adalah bahwa Freud dan Adler fokus pada masa lalu, sementara
logoterapi lebih berfokus pada masa depan.
Logoterapi berarti terapi melalui makna dan mengacu pada pendekatan yang berorientasi pada spiritual Frankl untuk psikoterapi.
Logoterapi berarti terapi melalui makna dan mengacu pada pendekatan yang berorientasi pada spiritual Frankl untuk psikoterapi.
2. Unsur-Unsur Terapi
Hubungan terapis dengan
klien
Frankl cenderung menekankan kemitraan antara klien dan terapis selama pencarian makna.
1) komitmen untuk berkomunikasi secara otentik dengan terapis
2) komunikasi terapis paling dasar menekankan kemanusiaan
3) perhatian utama terapis adalah menjadi seperti klien.
3. Teknik-Teknik Terapi
Frankl cenderung menekankan kemitraan antara klien dan terapis selama pencarian makna.
1) komitmen untuk berkomunikasi secara otentik dengan terapis
2) komunikasi terapis paling dasar menekankan kemanusiaan
3) perhatian utama terapis adalah menjadi seperti klien.
3. Teknik-Teknik Terapi
a. Paradoxial
Intention
Klien didorong untuk melakukan sesuatu pada hal yang
sangat ia takuti ( mulai dari fobia hingga ke obsesif kompulsif). Teknik ini
didasarkan pada kemampuan manusia untuk dapat memutus lingkaran setan, yaitu
orang dengan neurosis psikogenik, seperti fobia, kecemasan, dan perilaku
obsesif-kompulsif. Pada penerapan intensi paradoksial, terapis mencoba, untuk
memobilisasi dan memanfaatkan kapasitas ekslusif manusia.
Pada kasus gangguan obsesif-kompulsif klien berperang melawan obsesi atau dorongan . Namun, semakin ia melawan, gejala tersebut justru semakin menjadi kuat, mengacu pada Guttmann, intensi paradoksial telah digunakan dengan mepeningkatkan frekuensi dengan hasil yang baik terutama dalam mengobati klien yang menderita fobia dan gangguan obsesif-kompulsif.
b. Dereflection
Pada kasus gangguan obsesif-kompulsif klien berperang melawan obsesi atau dorongan . Namun, semakin ia melawan, gejala tersebut justru semakin menjadi kuat, mengacu pada Guttmann, intensi paradoksial telah digunakan dengan mepeningkatkan frekuensi dengan hasil yang baik terutama dalam mengobati klien yang menderita fobia dan gangguan obsesif-kompulsif.
b. Dereflection
Teknik ini dibangun
pada kapasitas self-distancing dan self-transcendence manusia. Klien diminta
untuk mengarahkan perhatian mereka jauh dari masalah mereka ke aspek yang lebih
positif dari kehidupan mereka.
c. Modification of attitudes
c. Modification of attitudes
Digunakan untuk
noogenic neurosis, depresi, dan kecanduan. Ini juga dapat digunakan dalam
menghadapi penderitaan yang terkait dengan keadaan, nasib atau penyakit.
Penekanannya pada pada reframing sikap dari negatif ke positif.
Sumber:
- Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
- Hersen, H. &Sledge, W.H. (2002). Encyclopedia of psychoterapy Volume 2. London: Academic Press.
- Morse, S.J. & Watson, R.I. (1977). Psychotherapies: a comparative casebook. New York: Holt, Reinhart and Winston.
Sumber:
- Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
- Hersen, H. &Sledge, W.H. (2002). Encyclopedia of psychoterapy Volume 2. London: Academic Press.
- Morse, S.J. & Watson, R.I. (1977). Psychotherapies: a comparative casebook. New York: Holt, Reinhart and Winston.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar