Jumat, 29 April 2016

Tenik-Teknik Terapi Humanistik



“TEKNIK-TEKNIK TERAPI HUMANISTIK”

Tujuan dasar banyak pendekatan psikoterapi adalah membantu agar individu mampu bertindak, menerima kebebasan dan bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya. terapi eksistensial, terutama, berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi.

1. Konsep Dasar Pandangan Humanistik

Pandangan tentang sifat manusia
Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Oleh karena itu pendekatan eksistensial-humanistik bukan suatu aliran terapi, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik. Pendekatan terapi eksistensial juga bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep eksistensial tentang manusia akan dibahas lebih rinci pada pembahasan selanjutnya, yakni pula pembahasan tentang penerapan teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik,

a. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. kesanggupan untuk memiliki "alternatif-alternatif  yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya - adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab, para eksistensialis menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya. Manusia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang determinisitik dari pengondisian.

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jaab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa eksistensial, yang juga merupakan bagian dari kondisi manusia adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

c. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian: manusia lahir ke dunia sendirian dan mati sendirian pula. Kegagalan dalam menciptakanhubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondusu isolasi, depersonalisasi, aliensi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri - yakni mengungkapkan potensi-potensi mausiawinya. Sampai taraf tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menjadi "sakit". Patologi dipandang sebagai kegagalan menggunakan kebebasan untuk mewujudkan potensi-potensi seseorang.

2. Unsur-Unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan terapi Humanistik
Terdapat tiga karakterisitik dari keberadaan otentik:
1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3) memikul tangung jawab untuk memilih.

Pada dasarnya tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan tanggung jawab atas arah hidupnya. Penerimaan tanggung jawab itu bukan suatu hal yang mudah, banyak orang yang takut akan beratnya bertanggung jawab atas menjadi apa dia sekarang dan akan menjadi apa dia selanjutnya. Terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

b. Fungsi dan peran terapis
Menurut Buhler dan Allen (1972), para ahli psikologi humanisik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
1) mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2) menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3) mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4) berorientasi pada pertumbuhan
5) menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
6) mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
7) memandang terapis sebagai model dalam arti bahwa terapi dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8) mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
9) bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaanya kepada terapis pada pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut:
1) memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien
2) terlibat dalam sejumlah peryataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien
3) meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti
4) menantang klien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu
5) mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi an bertanay: "Jika Anda bisa secara ajaib kembali kepada cara  Anda ingat kepada diri Anda sendiri sebelum terapi, maukah anda melakukannya sekarang?"
6) beri tahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya seseungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan  makna kehidupanya di dunia yang sering tampak tak bermakna.

c. Hubungan antara terapis dan klien
Hubungan terapeutik sangat penting bagi terapis eksistensial. Isi pertemuan terapi adalah untuk mengetahui pengalaman klien sekarang bukan "masalah" klien. Hubungan terapeutik bisa mengubah terapis sebagaimana ia mengubah klien.

3. Teknik-Teknik Terapi
Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-Prosedur terapeutik bisa diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial-humanistik.
Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikolanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.

Tema-tema dan dalil-dalil utama Penerapan-penerapan pada praktek terapi


Dalil 1 : Kesdadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih.
Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilik
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara alternatif-alternatif. Karena itu manusia pada dasarnya bebas dan menentukan nasibnya sendiri. Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk memilih di antara alternati-alternatif. Tentu saja, kebebasan memiliki batas-batas,dan pilihan-pilihan dibatasi oleh faktor-faktor luar. Akan tetapi, kita memang memiliki unsur memilih. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien dan menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan klien dan membuatnya bergantung secara neurotik pada terapis. terapis perlu mengajari klien bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun klien boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
Dalil 3 : Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan dan keterpusatannya, tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian, mengalami alienasi, keterasingan, dan depersonalisasi.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ43bnLTVSHUdQ3yLhf0OHVPOcqVY_7n0vnumy9if4MC31QNzeDbc1tO50PFYKmirYv1vscKe6s54j9TK3DzPDFHSB5ePSRAuJq1gi925-gtMVC60bR3TjXjVG0n2qxhYmMGtla7LRipCj/s1600/vRogers.jpg

PERSON-CENTERED THERAPY (ROGERS)

1. Konsep Dasar Pandangan Carl Rogers tentang Perilaku atau Kepribadian

Pandangan tentang sifat manusia.
Pandangan client-centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi, Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia sebagai tersosialisasi dan bergerak ke muka, sebagai berjuang untuk berfungsi penuh, serta sebagai pemilik kebaikan yang positif.
Pandangan tentang manusia yang positif ini memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi praktek terapi client-centered. Berkat pandangan filosofis bahwa individu memiliki kesanggupan yang koheren untuk menjauhi maladjustment menuju keadaan psikologi yang sehat, terapis meletakkan tanggung jawab utamanya bagi proses terapi pada klien. Model client-centered menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan memandang manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia

2. Unsur-Unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan terapeutik
Tujuan dasar dari terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu  mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya.
Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:

1) Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan kepada pengalaman memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan, keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya. Ia juga berarti bahwa kepercayaan-kepercayaan orang tidak kaku, dia dapat tetap terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan serta bisa menoleransi kedwiartian. Orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat sekarang dan kesanggupan mengalami dirinya dengan cara-cara yang baru.

2) Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Acap kali, pada tahap permulaan terapi, keperayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan klien kepada pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.

3) Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal, yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya ketimbang mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetukjuan dari diri sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

4) Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil dn berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman baru dan revisi-revisi alih-alih menjadi wujud yang membeku.

b. Fungsi dan peran terapis
Peran terapis client-centered berakar pada cara-cara keberadaanny dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien "berbuat sesuatu". Pada dasarnya, terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menhadapi klien pada taraf pribadi-ke-pribadi, maka "peran" terapis adalah tanpa peran. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien.
Jadi, terapis client-centered membangun hubungan yang membantu di mana klien akan menjadi kebebasan yang membantu di mana klien akan mengami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien. Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi peribadi yang lebih tinggi.

c. Hubungan antara terapis dan klien
Terapis mampu menjangkau dunia pribadi klien sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan didasarkan oleh klien, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari klien, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.

3. Teknik-Teknik Terapi
Morse dan Watson (1977) mengungkapkan terapis client-centered juga harus memegang sikap menerima dan menganggap positif terhadap kliennya. Terapis juga harus memiliki keinginan yang terus menerus untuk memahami dunia pribadi kliennya, dan dia harus berkomunikasi memahami dengan empati.
Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu teknik adalah dengan clarification of the client's feelings, dimana akan mencerminkan perasaan klien.
Teknik lain adalah simple acceptance, restatement of content, dan nondirective leads.
Simple acceptance: dimana terapis memngusahakan klien dapat menerima keterangan dari terapis, menambah komunikasi sebagai pemahaman secara empati dan hal positif tanpa syarat. Hal ini dapat dilakukan baik secara verbal dan nonverbal.
Restatement of content: untuk membantu pemahaman klien dari masalah yang mungkin membingungkan.
Nondirective leads: intinya jelas dalam awal terapi. Terapi membantu klien untuk mengembangkan topik dan untuk mengarahkan diskusi dalam situasi terapi.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh48q_tcoUSmfOoAqT2S61_muGWBe-Xk4TcbaDXXFNICopNkXvrgaMx_Dyx920w3G6JmiByM9lctD_BSfO94ZPwxSAaH3P7fAHhQS5WP3E7kSogUb-mF-FC0L3TFpmOy58_sSOektVF-Abx/s320/frankl_viktor_e.jpg


LOGOTERAPI (FRANKL)

1. Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku/Kepribadian
Frankl menyetujui konsep sigmund freud mengenai ketidaksadaran tetapi menganggap kemauan untuk lebih mendasar dari kesenangan. Perbedaan utama antara logotherapy dan psikoanalisis adalah bahwa Freud dan Adler fokus pada masa lalu, sementara logoterapi lebih berfokus pada masa depan.
Logoterapi berarti terapi melalui makna dan mengacu pada pendekatan yang  berorientasi pada spiritual Frankl untuk psikoterapi.

2. Unsur-Unsur Terapi
Hubungan terapis dengan klien
Frankl cenderung menekankan kemitraan antara klien dan terapis selama pencarian makna.
1) komitmen untuk berkomunikasi secara otentik dengan terapis
2) komunikasi terapis paling dasar menekankan kemanusiaan
3) perhatian utama terapis adalah menjadi seperti klien.

3. Teknik-Teknik Terapi
a.     Paradoxial Intention 
Klien didorong untuk melakukan sesuatu pada hal yang sangat ia takuti ( mulai dari fobia hingga ke obsesif kompulsif). Teknik ini didasarkan pada kemampuan manusia untuk dapat memutus lingkaran setan, yaitu orang dengan neurosis psikogenik, seperti fobia, kecemasan, dan perilaku obsesif-kompulsif. Pada penerapan intensi paradoksial, terapis mencoba, untuk memobilisasi dan memanfaatkan kapasitas ekslusif manusia.
Pada kasus gangguan obsesif-kompulsif  klien berperang melawan obsesi atau dorongan . Namun, semakin ia melawan, gejala tersebut justru semakin menjadi kuat, mengacu pada Guttmann, intensi paradoksial telah digunakan dengan mepeningkatkan frekuensi dengan hasil yang baik terutama dalam mengobati klien yang menderita fobia dan gangguan obsesif-kompulsif.

b. Dereflection
Teknik ini dibangun pada kapasitas self-distancing dan self-transcendence manusia. Klien diminta untuk mengarahkan perhatian mereka jauh dari masalah mereka ke aspek yang lebih positif dari kehidupan mereka.

c. Modification of attitudes
Digunakan untuk noogenic neurosis, depresi, dan kecanduan. Ini juga dapat digunakan dalam menghadapi penderitaan yang terkait dengan keadaan, nasib atau penyakit. Penekanannya pada pada reframing sikap dari negatif ke positif.

Sumber:
- Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
- Hersen, H. &Sledge, W.H. (2002). Encyclopedia of psychoterapy Volume 2. London: Academic Press.
- Morse, S.J. & Watson, R.I. (1977). Psychotherapies: a comparative casebook. New York: Holt, Reinhart and Winston.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenapa orang baik?

Kenapa orang baik sering tersakiti? Karena org baik akan selalu mendahulukan org lain, meskipun kebahagiaan ada ditanganya. Dia gamau menik...