A. Latar Belakang Masalah
Teori belajar adalah teori yang prakmatik dan eklektik. Teori dengan sifat
demikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada
teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek siswa saja, aspek guru
saja, aspek kurikulum saja dan sebagainya.
Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang
lebih mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan sistem informasi
yang diolah dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun faktor-faktor lain du
luar titik fokus itu juga selalu diperlukan untuk menjelaskan seluruh persoalan
belajar yang dibahas.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya
manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia
bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati
manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung
dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah
terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu disertai
dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan,
interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja
maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan
keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian
proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang
tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai
suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh.
Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta
mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri
sebagai pribadi..
A.
Teori Belajar
1. Teori
Behaviorisme
Secara pragmatis,
teori belajar dapat dipahami sebagai prinspip umum atau kumpulan prinsip yang
saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan
yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Teori belajar
behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Behaviorisme
merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme
memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan
nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar.
Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori
belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu
sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah
1. Mementingkan
faktor lingkungan
2. Menekankan pada
faktor bagian
3. Menekankan pada
tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Bersifat mekanis
5. Mementingkan
masa lalu
6. Mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil
7. Mementingkan
pembentukan reaksi atau respon
8. Menekankan
pentingnya latihan
9. Mementingkan
mekanisme hasil belajar
10. Mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan.
Pada teori belajar
ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang
erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
b. Tokoh-Tokoh
Teori Belajar Behaviorisme
1. Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich
Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan
menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.[3]
Pavlov mengadakan
percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri
stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi
percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu
tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang
berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut
diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan
oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang
terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan
pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara
otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
2. Thorndike
(1874-1949)
Menurut Thorndike
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa
yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar
sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar,
pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen
dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang
dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara
otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan
teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya
aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai
terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai
tujuan.
Atas dasar
percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1). Hukum Kesiapan
(Law of Readiness)
Jika suatu
organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka
pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi
cenderung diperkuat.
2). Hukum Latihan
Hukum latihan akan
menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Semakin sering suatu
tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. Hukum
ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau
practice makes perfect.
3). Hukum akibat (
Efek )
Hubungan stimulus
dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat adalah,
bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk
dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan
bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
3. Skinner
(1904-1990)
Skinner menganggap
reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner
berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku.
Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak
akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant
conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai
keinginan.
Operant conditing
menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru
tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki
peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga
tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar
Skinners adalah :
i. Hasil belajar
harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi
penguat.
ii. Proses belajar
harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai
sistem modul.
iii. Dalam proses
pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman.
Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
iv. Tingkah laku
yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
v. dalam
pembelajaran digunakan shapping.
c. Analisis Tentang
Teori Behavioristik
Kaum behavioris
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul,
1997).
Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik
banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
hubungan stimulus dan respon.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu
pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon
yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik
juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses
belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan
tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar
untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie
hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa
alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
a. Pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
b. Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman yang
mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar
ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang
diperbuatnya.
Skinner lebih
percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu
dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan
untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah,
sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
d. Aplikasi Teori
Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi
belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya
dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran
menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan
pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi
pada kemampuan pebelajar secara individual.
Kelemahan Dan Kekurangan Teori
Behavioristik
1.
Kelemahan
·
Pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan
hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
·
Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
·
Siswa ( tori skinner )
baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar , ejekan , jeweran
yang justru berakibat buruk pada siswa.
·
tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
·
tidak mampu
menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon
ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
2.
Kelebihan
·
Sangat cocok untuk
memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya
tahan.
·
Mampu mengarahkan
siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
·
membawa siswa menuju
atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk bisa
bebas berkreasi dan berimajinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan
Supriono, Widodo. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharuddin dan
Wahyuni, Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogajakarta : Ar-Ruz Media
Group.
Hamalik, Oemar.
Psikologi Belajar dan Mengajar. 2007. Bandung:Sinar Baru Algesindo Offset
Sudjana, Nana.
1989. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: UI Press.
Syah,Muhibbin.
2009. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada